TIMES DENPASAR, JAKARTA – Mantan Menteri Agama periode 2001–2004, Said Agil Husin Al Munawar, menegaskan bahwa Al-Qur’an sejak lama telah menyeru manusia untuk menjaga bumi dan tidak membuat kerusakan di dalamnya. Pesan tersebut ia sampaikan dalam Seminar Syiar Qur’an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan yang digelar di Kendari, Sabtu (18/10/2025).
Menurut Said Agil, manusia diciptakan bukan semata untuk beribadah secara ritual, tetapi juga untuk memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangannya. Ia menekankan bahwa pelestarian lingkungan adalah bagian dari keimanan, bukan sekadar urusan sosial atau ekonomi.
“Al-Qur’an telah menegaskan dalam Surah Al-Baqarah bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah, yaitu wakil Allah yang bertugas mengelola bumi dengan tanggung jawab dan keseimbangan,” ujar Said Agil Husin Al Munawar dikutip dari TIMES Indonesia.
Ia menambahkan, Al-Qur’an juga memperingatkan agar manusia tidak berbuat kerusakan setelah Allah memperbaikinya. Nilai tersebut, kata dia, menjadi dasar teologis bagi umat Islam untuk menjaga alam sebagai amanah Ilahi.
Ia mengutip Surah Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap.”
Pelestarian Lingkungan sebagai Ibadah
Said Agil menjelaskan bahwa menjaga harmoni sosial dan lingkungan adalah bentuk ibadah yang mencerminkan kesalehan pribadi dan sosial secara bersamaan. Ia mengutip sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ahmad:
“Jika hari kiamat tiba sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.”
“Hadis ini mengajarkan bahwa sekecil apa pun usaha kita untuk menjaga alam tetap bernilai ibadah. Menanam, memelihara, dan tidak merusak adalah ekspresi dari iman yang sejati,” ujarnya.
Dakwah Ramah Lingkungan dan Kerukunan
Lebih lanjut, Said Agil menegaskan bahwa syiar Al-Qur’an dan hadis harus dimaknai sebagai upaya membudayakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Dakwah yang berorientasi pada kerukunan akan menumbuhkan semangat toleransi, kasih sayang, dan persaudaraan lintas batas.
“Ketika nilai-nilai Qur’ani dan Nabawi dihidupkan, umat akan menjadi pelopor perdamaian sekaligus pelindung lingkungan,” katanya.
Ia menilai, dakwah Islam seharusnya tidak berhenti di mimbar, tetapi hadir pula di ruang-ruang publik yang mendorong perubahan perilaku terhadap sesama dan lingkungan.
Menurutnya, Indonesia sebagai bangsa majemuk dengan kekayaan alam melimpah membutuhkan revitalisasi syiar Islam yang menyejukkan dan mencerahkan. Tantangan zaman seperti konflik sosial, degradasi moral, dan krisis iklim menuntut hadirnya dakwah yang substantif dan membangun kesadaran kolektif.
“Kita harus menumbuhkan cinta kasih (rahmah), kesadaran sosial (ukhuwah), dan kepedulian ekologis (ḥifẓ al-bī’ah),” tegasnya.
Dakwah dengan Hikmah dan Cinta Kasih
Said Agil juga mengingatkan pentingnya metode dakwah yang lembut dan penuh kebijaksanaan, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 125:
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
“Dakwah yang keras dan menghakimi bertentangan dengan semangat kenabian yang membawa rahmat bagi seluruh alam,” ujarnya.
Ia menambahkan, peran ulama dan lembaga keagamaan sangat penting dalam menanamkan nilai keberlanjutan dan cinta lingkungan sejak dini. Pendidikan agama, katanya, harus menumbuhkan kesadaran ekologis agar generasi muda tidak hanya saleh secara ritual, tetapi juga peduli terhadap sesama dan alam.
“Kerukunan antarmanusia dan kelestarian alam adalah dua sisi dari satu kesalehan yang utuh—kesalehan yang menebarkan rahmat bagi seluruh alam,” tutup Said Agil Husin Al Munawar. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Said Agil Serukan Dakwah Islam Ramah Lingkungan dan Penuh Hikmah
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Imadudin Muhammad |